Merindukan Sosok Pemimpin yang Ideal
Menjadi seorang pemimpin adalah suatu tanggung jawab yang besar. Sebuah amanat yang sangat berat ketika orang-orang di sekitar kita mempercayakan kita untuk menjadi pemimpin mereka. Itulah sebabnya mengapa tanda bintang pada dunia kemiliteran disematkan di pundak sementara tanda lencana disematkan di dada. Bintang sebagai tanda pangkat disematkan di pundak karena di sanalah letak tanggung jawab dibebankan. Sementara tanda lencana sebagai simbol penghargaan disematkan di dada kiri atau jantung, karena disanalah suatu kehormatan dan kebanggaan bersemayam.
Pada hakikatnya kita dilahirkan ke dunia ini untuk menjadi seorang pemimpin. Seorang yang diamanahkan untuk membawa dunia ini menuju kemakmuran dan kesejahteraan. Sosok yang akan memimpin peradaban suatu komunitas dalam suatu masa. Setiap masa mempunyai ceritanya sendiri-sendiri. Ketika negeri tercinta ini masih dalam zaman prasejarah, nenek moyang kita hidup berkelompok. Mereka bersepakat untuk hidup secara bersama-sama, bergotong royong, dan hidup demokratis. Mereka memilih seorang pemimpin yang dianggap dapat melindungi mereka dari berbagai macam gangguan termasuk gangguan kelompok lain, binatang buas, dan roh. Cara pemilihan pemimpin yang demikian disebut primus inter pares, yaitu yang terkuatlah yang menjadi pemimpin di suatu kelompok.
Lain masa, lain pula cerita. Ketika indonesia sudah memasuki zaman “mengenal tulisan” yang menjadi pemimpin bukanlah lagi mereka yang kuat secara fisik. Tetapi yang menjadi pemimpin adalah mereka yang cerdas secara intelektual, emosional dan spiritual. Saat zaman kerajaan-kerajaan hindu/budha dan kerajaan islam masih berjaya di Indonesia, masyarakat lebih mempercayakan kepemimpinan di pegang oleh mereka yang ahli dalam bidang keagamaan. Dalam hal ini adalah para wali dan bharmana. Lalu ketika zaman peperangan sudah membuncah, yang menjadi pemimpin adalah mereka yang cerdas dan menguasai strategi perang. Terlihat dengan jelaslah bahwa bergesernya kebutuhan suatu masa maka ikut bergeser pulalah kriteria pemimpin yang ideal.
Lalu bagaimana dengan zaman sekarang?
Bagaimanakah pemimpin yang ideal itu? Menurut azaz kepemimpinan yang dulu pernah aku pelajari sewaktu SMA, ada 11 hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Yaitu TAQWA (Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan taat kepadaNya), ING NGARSA SUNG TULADA (Memberi Suri teladan di hadapan anak buahnya), ING MADYA MANGUN KARSA (Ikut bergiat serta menggugah semangat ditengah-tengah anak buahnya), TUT WURI HANDAYANI (Mempengaruhi dan memberi dorongan dari belakang kepada anak buahnya), WASPADA PURBA WISESA (Selalu waspada, mengawasi serta sanggup dan berani memberi koreksi kepada anak buahnya), AMBEG PARAMA ARTA (Dapat memilih dengan tepat mana yang harus didahulukan), PRASAJA (Tingkah laku yang sederhana dan tidak berlebih-lebihan), SATYA (Sikap loyal yang timbal balik, dari atasan terhadap bawahan dan dari bawahan terhadap atasan dan kesamping), GEMI NASTITI (Kesadaran dan kemampuan untuk membatasi penggunaan dan pengeluaran segala sesuatau kepada yang benar-benar diperlukan, BALAKA (Kemauan, kerelaan dan keberanian untuk mempertanggung jawabkan tindakan-tindakanya, dan LEGAWA (Kemauan, kerelan dan keiklasan untuk pada saatnya menyerahkan tanggung jawab dan kedudukan kepada generasi berikutnya).
Apakah sekarang kita sudah memiliki pemimpin yang seperti demikian itu? Yang beriman bukan hanya sekedar di atas kertas? Pemimpin yang selalu memberi contoh positif kepada anak buahnya? Pemimpin yang ikut terjun ke tengah anak buahnya, merasakan apa yang dirasakan oleh rakyatnya tanpa ada kesan eksklusivitas diantara pemimpin dan yang dipimpin? Pemimpin yang selalu dapat memberikan semangat kepada rakyatnya ketika mereka seperti putus asa dan kehilangan harapan akan kondisi yang mereka alami sekarang? Pemimpin yang ideal juga adalah mereka yang dengan bijaksana dan berani memberikan punishment dan reward pada tempat yang tepat. Dan pada umumnya, masyarakat juga merindukan sosok pemimpin yang bersahaja dalam kesederhaannya, loyal bukan hanya ia yang diloyalkan tetapi ia juga meloyalkan, dan bertanggung jawab terhadap setiap tindakannya.
Dan ketika waktunya sudah tiba, seorang pemimpin harus dengan ikhlas menyerahkan tampuk kepemimpinannya kepada generasi berikutnya. Hal inilah yang kini sedang berlangsung di kampus kita tercinta ini. Ada secercah harapan yang menyeruak dari hati setiap insan ketika masa suksesi tiba. Harapan akan lahirnya sesosok pemimpin baru yang akan membawa perubahan positif bagi kampus ganesha. Pemimpin yang bukan hanya menjadi simbolisasi “keberadaan” suatu Keluarga Mahasiswa ITB tetapi juga menjadi pembuktian makna “keluarga” dalam keterikatan Keluarga Mahasiswa ITB.
Komentar
Posting Komentar